Recent Posts
Kamis, 04 Maret 2010
IKHILAF DALAM PENENTUAN AWAL QOMARIYAH
AWAL QOMARIYAH
Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam menentukan awal bulan qomariyah seringkali mengudang perbedaan (ikhtilaf=pluralis), apapun landasan fiqih yang digunakan dan metode perhitungan yang dipakai. Akar permasalahan dari adanya perbedaan ini tak lain adalah bagaimana ulama’ kita berbeda dalam menginterpretasi dan memahami hadits tentang bagaimana cara mengawali dan mengakhiri bulan qomariyah, dan hal ini sering menjadi “kambing hitam” di negeri ini ketika perbedaan itu muncul ke permukaan. Untuk mengatasi perbedaan ini mungkin hanya bisa disatukan oleh suatu keputusan imam melalui kebijakan pemerintah yang tegas dengan otoritasnya untuk menemukan benang merah kesatuan metode perhitungan dalam penentuan awal bulan qomariyah khususnya Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah sesuai dengan kaidah “ Amrul Imam Yarfa'ul Khilaf “ ( Keputusan Imam/ Pemerintah menghilangkan pertikaian pendapat).
Namun kenyataan yang ada, seringnya terjadi “pembelotan” oleh sebagian kelompok organisasi keislaman dari keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Padahal kita tahu bahwa proses pengambilan keputusan tidak serta merta dari tangan pemerintah melainkan melalui proses sidang yang melibatkan ormas-ormas besar Indonesia. Hal ini mencerminkan proses demokrasi di Indonesia yang tidak hanya berlaku pada sektor politik namun juga menyentuh sektor keagamaan.
Realitas itulah yang hingga saat ini pemerintah masih memiliki asumsi bahwa menyatukan umat Islam di Indonesia dalam penentuan awal dan akhir bulan qomariyah merupakan hal yang sulit dan dilematis. Akar permasalahannya adalah terletak pada pluralisme keyakinan umat Islam itu sendiri yang bersifat abstrak. Dan untuk merubah sebuah pluralisme keyakinan adalah bukan hal yang gampang bagi pemerintah atau siapapun seperti membalikkan kedua telapak tangan. Oleh karenanya eksistensi badan pemerintahan ( Badan Hisab Rukyat ) yang khusus menangani masalah ini memberi harapan bagi umat Islam Indonesia untuk tercapainya sebuah kesatuan dan persatuan dalam menjalankan ibadah.
Wacana yang berkembang di masyarakat saat ini adalah bagaimana cara pemerintah dengan otoritasnya untuk menyatukan umat Islam lewat lembaga yang berwenang dalam menyatukan hal yang terkait dengan peribadatan umat Islam, meskipun hal ini amat sulit mengingat begitu banyak organisasi keagamaan yang begitu banyak di negeri tercinta ini dengan beragam pemikiran yang berbeda pula adalah sebuah realitas yang mau tidak mau merupakan ladang bagi pemerintah sebagi mediator penyatuan.
Permasalahan pluralitas penentuan bulan qomariyah di Indonesia bukan hanya disebabkan oleh perbedaan antara hisab dan rukyat saja, akan tetapi juga karena adanya perbedaan intern baik di kalangan hisab maupun rukyat itu sendiri. Perbedaan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya: Perbedaan hasil hisab dan hasil rukyat ; Perbedaan sistem perhitungan dan sistem rukyat ; Perbedaan data/ sumber hisab; kurang adanya pengembangan observasi lapangan ; serta kurangnya sosialisasi.
Oleh karena itu, kenyataan perbedaan penentuan awal bulan qomariyah ( Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah khususnya) merupakan kondisi sosial pada saat ini yang tumbuh seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi. Ketentuan memulai awal bulan Ramadhan dan mengakhirinya sebaiknya dikembalikan kepada nash al-Qur'an dan al-Hadits secara sinergis, yaitu mengkaji ulang secara utuh teks al-Qur'an dan al-Hadits baik yang qauliyah maupun yang fi'liyah.
Terlepas dari landasan dan metode perhitungan bagaimana yang dipakai dalam penentuan awal bulan qomariyah, peran pemerintah yang dianggap sebagai “yarfa’ul khilaf” sangat menentukan dalam menciptakan persatuan yang diharapkan bersama. Namun peran dari elemen ulama’ dan organisai keislaman pun juga diharapkan turut memberikan kontribusi agar teciptanya kaum muslimin di Indonesia sebagai Ummatan Wahidatan
Ka'bah Sebagai Universal Time
Makkah—yang dalam Alquran juga disebut Bakkah— merupakan tempat di mana umat Islam melaksanakan haji terbukti sebagai tempat yang pertama diciptakan. Telah menjadi kenyataan ilmiah bahwa bola bumi ini pada mulanya tenggelam di dalam air (samudera yang sangat luas). Kemudian gunung api di dasar samudera ini meletus dengan keras dan mengirimkan larva dan magma dalam jumlah besar yang membentuk ‘bukit’. Bukit ini adalah tempat Allah memerintahkan untuk menjadikannya lantai dari Ka’bah (kiblat). Batu basal Makkah dibuktikan oleh suatu studi ilmiah sebagai batu paling purba di bumi. Jika demikian, ini berarti bahwa Allah terus-menerus memperluas dataran dari tempat ini. Jadi, Makkah merupakan tempat yang paling tua di dunia. Menjadi tempat yang pertama diciptakan itu menambah sisi spiritual tempat tersebut.
Adakah hadits nabawi yang menunjukkan fakta yang mengejutkan ini?
Nabi bersabda, “Ka’bah itu adalah menjadi tempat yang pertama diciptakan sistim tanah di atas air, dari tempat itu bumi ini diperluas.” Riwayat ini didukung oleh fakta yang tejadi saat ini.
Makkah Pusat Bumi
Prof. Hussain Kamel menemukan suatu fakta mengejutkan bahwa Makkah adalah pusat bumi. Pada mulanya ia meneliti suatu cara untuk menentukan arah kiblat di kota-kota besar di dunia. Untuk tujuan ini, ia menarik garis-garis pada peta, dan sesudah itu ia mengamati dengan seksama posisi ketujuh benua terhadap Makkah dan jarak masing-masing. Ia memulai untuk menggambar garis-garis sejajar hanya untuk memudahkan proyeksi garis bujur dan garis lintang.
Setelah dua tahun dari pekerjaan yang sulit dan berat itu, ia terbantu oleh program-program komputer untuk menentukan jarak-jarak yang benar dan variasi-variasi yang berbeda, serta banyak hal lainnya. Ia kagum dengan apa yang ditemukan, bahwa Makkah merupakan pusat bumi.
Ia menyadari kemungkinan menggambar suatu lingkaran dengan Makkah sebagai titik pusatnya, dan garis luar lingkaran itu adalah benua-benuanya. Dan pada waktu yang sama, ia bergerak bersamaan dengan keliling luar benua-benua tersebut. Gambar-gambar Satelit yang muncul kemudian pada tahun 90-an, menekankan hasil yang sama ketika studi-studi lebih lanjut mengarah kepada topografi lapisan-lapisan bumi dan geografi waktu daratan itu diciptakan.
Telah menjadi teori yang mapan secara ilmiah bahwa lempengan-lempengan bumi terbentuk selama usia geologi yang panjang, bergerak secara teratur di sekitar lempengan Arab. Lempengan-lempengan ini terus menerus memusat ke arah itu seolah-olah menunjuk ke Makkah. Studi ilmiah ini dilaksanakan untuk tujuan yang berbeda, bukan dimaksud untuk membuktikan bahwa Makkah adalah pusat dari bumi.
Allah berfirman di dalam al-Qur’an al-Karim sebagai berikut: ”Demikianlah Kami wahyukan kepadamu Al Qur'an dalam bahasa Arab supaya kamu memberi peringatan kepada Ummul Qura (penduduk Makkah) dan penduduk (negeri-negeri) sekelilingnya.” (QS. Asy-Syura: 7)
Kata ‘Ummul Qura’ dalam ayat ini berarti induk bagi kota-kota lain, dan kota-kota di sekelilingnya. Hal ini menunjukkan Makkah adalah pusat bagi kota-kota lain, dan yang lain hanyalah berada di sekelilingnya. Lebih dari itu, kata ummu (ibu) mempunyai arti yang penting di dalam kultur Islam. Sebagaimana seorang ibu adalah sumber dari keturunan, maka Makkah juga merupakan sumber dari semua negeri lain. Selain itu, kata ‘ibu’ memberi Makkah keunggulan di atas semua
Makkah atau Greenwich
Dalam kalender Gregorian (Masehi), yang mengacu pada Grenwich Mean Time (GMT) yang menjadi rujukan waktu dunia membagi waktu dunia menjadi dua bagian dengan menetapkan garis tanggal international 0˚ pada Greenwich dan 180˚ pada selat Bosporus (antara Rusia Canada). Penggantian Tanggal harian ditetapkan pada jam 00:00 pada
Penetapan garis tanggal International diprakarsai oleh Stanford Fleming (
Dalam proyeksi perjalanan matahari dari timur ke barat, maka negara-negara yang berada pada meridian 0˚ ~ +180˚ akan mendahului 1 hari dibandingkan dengan negara-negara barat yang ada pada meridian 0˚ ~ -180˚ Lalu apa akibatnya ? Ka'bah yang terletak pada meridian +40˚ BT dan Indonesia yang terbentang dari meridian +94˚ ~ +141˚ BT memiliki selisih waktu 4 ~ 6 Jam (15˚ meridan per jam). Dimana Indonesia (Jakarta) mendahului 4 jam lebih awal dibandingkankan waktu di Ka'bah (Mekkah). Sehingga jika kita melakukan Shalat Ied pada pagi hari jam 7:00 maka Umat muslim di Mekkah masih melakukan takbir atau masih ada yang terlelap tidur (jam 3:00 dinihari.)
Jika mengacu pada QS Al Imran ayat 96:"Inna Awwala baitin wudi'a linnasi lallazina bibakkata mubarakhan wahudan lil 'alamnin". (sesungguhnya rumah mula-mula dibangun untuk (tempat ibadat) manusia, ialah Baitullah yang ada di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua umat manusia). Dan bilamana surat tersebut kita gandeng dengan Surat Al Hujurat ayat 1 (QS 49:1) "Ya ayyuhal ladzina aamanu tuqqadimu baina yadayillahi wa rasuullihi wattaqullaha innallaha sami'un 'aliim.
(Hai orang orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan rasul-Nya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan mengetahui). Maka secara jelas bahwa umat muslim yang berada disebelah timur Mekkah (meridian > 40˚ BT ~ 180˚ BT) MENDAHULUI melakukan ibadah Maddah dan bertentangan dengan sunnah Rasul.
Diriwayatkan oleh Ibnu Mundzir , Ibnu Abu Dunya meriwayatkan pada kitab Al Adhahi, dimana Rasullulah membatalkan ibadah penyembelihan hewan Qurban karena mereka melakukan penyembelihan hewan Qurban sebelum Rasulullah melakukanya. Dan memerintahkan mereka mengulangi penyembelihan Hewan Qurban setelah beliau melakukan penyembelihan. Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Tabhrani dalam kitab Al Ausath.
Jelasnya kita bisa terkecoh, manakala Kalender Gregorian (Masehi) sebagai petunjuk tanda waku ibadah Maddah karena kita akan selalu mendahului menjalankan shalat sebelum Shalat yang sama dilakukan di Baitullah Mekah pada hari yang sama.
Dalam Reinventing the missing Islamic time system-nya Bambang E Budhiyono, dijelaskan bahwa Bahwa Ka’bah Universal Time (KUT) tidak membagi tanggal international menjadi menjadi dua bagian (timur dan barat). Tetapi dengan menggeser Garis waktu penggantian tanggal 180˚ meridian ke 40˚ BT. dan ditetapkan sebagai 0˚ meridian Ka'bah Universal Time (UT). Dan penggantian tanggal tidak lagi pada jam 00:00 tetapi pada jam 18:00, sebagaimana layaknya orang Jawa yang menyatakan bahwa hari kamis sore jam 18:00 adalah malam jum'at atau awal jum'at) atau biasa kita menyebut sabtu petang sebagai malam minggu. Yang lebih menitik beratkan pada faham tata waktu Jawa.
Struktur meridian tidak lagi dibelah menjadi dua arah tetapi menjadi satu arah mengikuti garis edar matahari dari kiri ke kanan, dimana posisi Greenwich (GMT) terletak pada -40˚ KUT dan posisi Indonesia / Jakarta menjadi -294˚ KUT di belakang meridian Ka'bah (Mekkah) atau 19 Jam di belakang Ka'bah (selisih satu hari di belakang garis waktu Ka'bah).
Pada saat di Mekkah melaksanakan shalat maghrib 18:30 GMT tanggal 1 Agustus, maka di Jakarta masih jam 22:30 malam GMT tanggal 31 Juli menjelang Subuh. Dengan demikian tidak lagi mendahului melakukan shalat maghrib untuk tanggal 1 Agustus.
Disadari bahwa memang sulit dipahami secara selintas tanpa membiasakan diri dengan konversi waktu GMT ke KUT yang banyak dipakai oleh para orang tua Jawa dalam menunaikan ibadah Madhah. Adaptasi terhadap perubahan garis waktu dari jam 00:00 maju selama 6 jam ke jam 18:00 bukanlah persoalan yang gampang. Karena ini bukan lagi bersifat sekedar transformasi linear pergeseran meridian yang mengubah tatanan dunia yang telah mapan dan dipakai ratusan tahun. Tetapi lebih bersifat mengembalikan kepada fitrah alam dimana pergerakan alamiah adalah dari kanan ke kiri.
Kanan dikatakan sumbu positif dan kiri sumbu negatif yang oleh ilmu pengetahuan sampai sekarang diakui sebagai kebenaran haqiqi.
Berdasarkan pertimbangan yang seksama bahwa Makkah berada tengah-tengah bumi sebagaimana yang dikuatkan oleh studi-studi dan gambar-gambar geologi yang dihasilkan satelit, maka benar-benar diyakini bahwa Kota Suci Makkah, bukan Greenwich, yang seharusnya dijadikan rujukan waktu dunia. Hal ini akan mengakhiri kontroversi lama yang dimulai empat dekade yang lalu.
Makkah adalah Pusat dari lapisan-lapisan langit
Ada beberapa ayat dan hadits nabawi yang menyiratkan fakta ini. Allah berfirman, “Hai golongan jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan.” (ar-Rahman:33).
Kata aqthar adalah bentuk jamak dari kata ‘qutr’ yang berarti diameter, dan ia mengacu pada langit dan bumi yang mempunyai banyak diameter.
Dari ayat ini dan dari beberapa hadits dapat dipahami bahwa diameter lapisan-lapisan langit itu di atas diameter bumi (tujuh lempengan bumi). Jika Makkah berada di tengah-tengah bumi, maka itu berarti bahwa Makkah juga berada di tengah-tengah lapisan-lapisan langit.
Selain itu ada hadits yang mengatakan bahwa Masjidil Haram di Makkah, tempat Ka‘bah berada itu ada di tengah-tengah tujuh lapisan langit dan tujuh bumi (maksudnya tujuh lapisan pembentuk bumi).
Nabi bersabda, “Wahai orang-orang Makkah, wahai orang-orang Quraisy, sesungguhnya kalian berada di bawah pertengahan langit.”
Thawaf di Sekitar Makkah
Dalam Islam, ketika seseorang thawaf di sekitar Ka’bah, maka ia memulai dari Hajar Aswad, dan gerakannya harus berlawanan dengan arah jarum jam. Hal itu adalah penting mengingat segala sesuatu di alam semesta dari atom hingga galaksi itu bergerak berlawanan dengan arah jarum jam. Elektron-elektron di dalam atom mengelilingi nukleus secara berlawanan dengan jarum jam. Di dalam tubuh, sitoplasma mengelilingi nukleus suatu sel berlawanan dengan arah jarum jam. Molekul-molekul protein-protein terbentuk dari kiri ke kanan berlawanan dengan arah jarum jam. Darah memulai gerakannya dari kiri ke kanan berlawanan dengan arah jarum jam. Di dalam kandungan para ibu, telur mengelilingi diri sendiri berlawanan dengan arah jarum jam. Sperma ketika mencapai indung telur mengelilingi diri sendiri berlawanan dengan arah jarum jam. Peredaran darah manusia mulai gerakan berlawanan dengan arah jarum jamnya. Perputaran bumi pada porosnya dan di sekeliling matahari secara berlawanan dengan arah jarum jam. Perputaran matahari pada porosnya berlawanan dengan arah jarum jam. Matahari dengan semua sistimnya mengelilingi suatu titik tertentu di dalam galaksi berlawanan dengan arah jarum jam. Galaksi juga berputar pada porosnya berlawanan dengan arah jarum jam.
Sabtu, 13 Februari 2010
The Hawwa
Hawa tercipta di dunia untuk menemani sang Adam….
Lirik tersebut seakan menegaskan bahwa keberadaan wanita hanya sebatas sebagai pelengkap bagi pria saja. Lalu sebagai wanita yang mengakui adanya kesetaraan gender dalam Islam, apakah tidak ada keinginan untuk “ mengklarifikasi “ hal itu?
Hadits merupakan sumber normative kedua setelah Alquran bagi umat muslim juga menjelaskan bahwa wanita tercipta dari tulang rusuk laki-laki, yang kurang lebih artinya:
“ Salin berpesanlah kalian untuk berbuat baik kepada kaum perempuan, karena perempuan dicipatakan dari tulang rusuk dan bagian tulang rusuk yang paling bengkok adalah bagian paling atas. Maka jika kamu berusaha untuk meluruskannyakamu akan mematahkannya, dan jika kamu membiarkan sebagaimana adanya maka ia akan tetap dalam keadaan bengkok. Maka saling berpesanlah kalian untuk berbuat baik kepada kaum perempuan.”
Hadits ini memungkinkan adanya penafsiran yang multitafsir. Pertama, jika ditilik dari tekstualnya saja memang kita dihadapkan pada kebenaran bahwa perempuan tercipta dari tulang rusuk laki-laki. Kedua, jika kita memandang melalui pendekatan kontekstual dan histori, maka akan kita peroleh kesimpulan bahwa substansi dari hadits tersebut adalah bagaimanaseharusnya seorang suami memperlakukan seorang istri yaitu dengan WA’ASYIRUUHUNNA BIL MA’RUF.
Dari konteks sejarah pun tidak dapat kita pungkiri bahwa kedatangan Islam adalah selain untuk mengajarkan ke esaan tuhan juga ia menyelamatkan hak-hak perempuan dan menghormati keberadaan wanita.
Nah lho, sebagai kaum hawa harus yakin kalo Islam itu adil kok! Gak usah merasa minder dengan doktrin yang udah kadung mengakar kalo wanita tercipta dari tulang rusuk laki-laki sehingga kita mersa kalo posisi kita di bawah laki-laki dan merasa kalo daya integensia kretifitas kurang dari mereka. Kita bisa kok menjadi mitra yang sejajar buat mereka. Toh semua manusia di mata Allah itu sama yang membedakan adalah kadar ketakwaan kita kepadaNya.