Recent Posts

“Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui.” (QS. al-Anbiya’: 7)

Jumat, 09 Desember 2011

RUBU' AL MUJAYYAB DALAM LINTASAN SEJARAH

Menelusuri sumbangsih peradaban Islam terhadap perkembangan ilmu pengetahuan pada era keemasannya niscaya tidak pernah ada habisnya, kita bisa melihat sosok-sosok ilmuwan muslim yang sungguh luar biasa dahsyat jasanya dalam merintis beragam jenis sains modern, termasuk di dalamnya adalah astronomi yang dalam kajian ilmu pengetahuan Islam lebih dikenal sebagai ilmu falak.
Dalam kajian ilmu falak dikenal beberapa instrumen yang sangat mendukung dalam pelaksanaan observasi dan penelitian, yaitu untuk menentukan posisi suatu benda langit dan lain sebagainya yang tentunya sangat berkaitan dengan kebutuhan umat Islam dalam hal ibadah yang sangatlah penting. Salah satu intrumen falak tersebut adalah rubu’ al mujayyab yang merupakan instrumen klasik yang dianggap mempunyai hasil yang akurat sehingga sangat populer pada masanya, ternyata masih dipergunakan hingga saat ini meskipun gempuran instrumen-instrumen modern begitu dahsyatnya dewasa ini.
Keunikan apa kiranya yang membuat rubu’ al mujayyab tetap digunakan sampai sekarang dibandingkan alat-alat astronomi kuno lainnya. Dari hal ini maka dalam makalah ini penulis akan memaparkan lebih jauh tentang rubu’ al mujayyab sebagai karya astronomi kuno yang tetap bertahan sampai saat ini.


Rubu 'Mujayyab berasal dari kata bahasa Arab rubu' yang artinya seperempat dan Mujayyab berarti sinus. Jika diartikan dalam bahasa melayu Al-Mujayyab artinya adalah yang bersulam. Dan Rubu’ al Mujayyab diterjemahkan menjadi seperempat yang bersulam, yaitu alat yang digunakan untuk mengukur sudut langit, mengetahui waktu, menentukan waktu shalat, Kiblat, posisi Matahari di Rasi bintang sepanjang tahun. Dalam istilah geneometri alat ini disebut dengan qwadran (sinus kuadran).
Ada juga yang mengartikan bahwasanya rubu' al mujayyab ialah sebuah alat astronomi tradisional berbentuk sukuan yang digunakan untuk menghitung fungsi trigonometri dan mengukur sudut. Alat ini merupakan sebuah alat yang disederhanakan dari astrolabe. Selain itu alat ini berguna untuk menghitung fungsi goniometris yang sangat berguna untuk memproyeksikan suatu peredaran benda langit pada lingkaran vertical.
Kuadran sinus (Rubu’ mujayyab) adalah jenis kuadran abad pertengahan digunakan oleh para astronom Arab Ia juga dikenal sebagai kuadran "sinecal" di dunia berbahasa Inggris. Alai ini dikembangkan oleh Muhammad bin Musa al-Khawarizmi di Baghdad pada abad ke-9 dan secara umum sampai abad ke-19. Ciri alat ini adalah data yang berbentuk grafik kotak pada satu sisi yang terbagi menjadi enam puluh interval yang sama pada setiap sumbu, dan juga dibatasi oleh busur 90 derajat. Sebuah tali menempel pada puncak kuadran dengan manik-manik di ujungnya (khait) untuk bertindak sebagai plumb bob yang kadang-kadang juga ditarik di belakang astrolabe.

Pada masa kekhalifahan, para ahli astronomi Islam telah berhasil menciptakan jam dengan berpatokan pada astronomi misalnya jam astrolabe. Astrolabe adalah instrumen astronomi untuk menentukan waktu dan posisi matahari, bintang, bulan dan planet. Meski astrolabe sudah dibuat orang sekitar abad ke 4, namun pengembangannya lebih maju terjadi di dunia Islam. Astrolabe tertua yang pernah dikenal orang berasal dari Baghdad pada sekitar akhir abad 9 atau 10 M . David A King dalam bukunya bertajuk The Astronomy of the Mamluks menjelaskan bahwa Ibnu asy Syatir adalah penemu jam astrolab pertama di awal abad ke-14 M.
Selain astrolabe Ibn Asy Syatir juga memberi sumbangan kepada kajian astronomi dengan melahirkan Rubu' Mujayyab. Rubu’ Mujayyab (quadrant) disifatkan sebagai peralatan yang mengandungi grid trigonometri sejagat . Rubu' Mujayyab ialah peralatan berbentuk sukuan yang digunakan untuk menghitung trigonometri dan mengukur sudut. Alat ini merupakan sebahagian dari astrolabe yang mempunyai bulatan ekliptik matahari dan beberapa garisan yang berkaitan dengan pengiraan waktu solat dan arah kiblat serta digunakan juga untuk mengukur ketinggian matahari atau cakerawala lain.
Quadrant ini digunakan untuk mengukur sudut sampai dengan 90 derajat. Menurut King, ada empat jenis quadrant dalam astronomi Islam, yaitu quadrant sinus untuk menyelesaikan problem trigonometri, quadrant universal untuk menyelesaikan problem astronomi pada sembarang lintang, horary quadrant yang berkaitan dengan waktu dan matahari, serta astrolabe quadrant yang bersumber dari astrolabe. Menurutnya rubu’ digunakan oleh banyak ilmuwan Islam pada zaman keemasan Islam dan Muhammad Ibn Musa Al-Khawarizmi sarjana Islam di abad ke-9 di Baghdad telah mengembangkannya.
Hal ini digunakan untuk pengamatan dan perhitungan astronomi, seperti pemecahan masalah trigonometri. Alat ini dibatasi oleh kurva kuadran dan dua sumbu sumbu horisontal dan vertikal masing-masing sumbu dibagi menjadi 60 bagian. Sumbu mulai dari lubang jarum dan benang yang disebut "Khait" diikat dengan bobot pada lubang. Alat ini hanya memiliki satu wajah terbuat dari kayu atau logam, ada juga tembaga atau kuningan. Kurva ini dibagi menjadi 90 divisi atau gelar. Mulai dari kanan ditandai dengan nol dan berakhir di sebelah kiri dengan 90 derajat. Nilai-nilai ini digunakan untuk mengukur sudut puncak ketinggian atau jarak benda langit.
Pada abad ke-14 sebuah rubu’ yang halus dan unik dibuat dari gading, bukan kuningan atau kayu. Rubu’ ini memliki dua garis lintang. Bagian dalam, perangkat tanda standar di bagian depan berguna untuk garis lintang Kairo. Sedangkan pada bagian luar, perangkat nonstandard berguna untuk garis lintang Damaskus. Bagian belakang alat ini memiliki kisi-kisi standar yang digunakan untuk memecah maslah-masalah geometri secara numerik. Jenis rubu’ seperti ini pada saat itu dinamakan Rubu’ Mesir.
Pada abad ke-16 di Afrika Utara terdapat sebuah rubu’ terbuat dari kuningan yang di ukir dengan sangat indah. Rubu’ ini memiliki kisi-kisi sinus standar untuk melakukan fungsi trigonometri. Kisi-kisi ini pada abad pertengahan sebanding dengan penggaris geser yang ada sekarang. Bagian belakang pada alat ini memiliki penandaan yang menarik yang mungkin tidak lengkap. Lingkaran luar kemungkinan menunjukan ekuator langit, lingkaran terkecil tidak diberi tanda dan tidak memiliki fungsi yang jelas. Bulan sabit merupakan proyeksi setereografi dari eklipsi (gerhana).
Seiring dengan perkembangannya, rubu’ mujayyab telah sampai dan digunakan diberbagai Negara salah satunya adalah Indonesia. Namun tidak diketahui secara pasti siapa yang membawa rubu’ sampai ke Indonesia. Dalam salah satu literatur hanya dikemukakan bahwa rubu’ mujayyab yang dipakai di Indonesia adalah rubu’ yang dikembangkan oleh KH.Abdul Jalil dari Kudus Jawa Tengah.

Elemen-Elemen yang Terdapat dalam Rubu’ al Mujayyab
1. Markaz
Markaz merupakan titik pusat Rubu’. Pada markaz ini terdapat sebuah lubang yang yang berfungsi untuk memasang benang yang di sebut khoit.
2. Qausul Irtifa’(busur AB)
Busur yang mengeliingi Rubu’. Bagian ini di beri skala derajat 00 sampai 900 bermula dari kanan ke kiri.10 sama dengan 600. Ketelitian pembacaan skala tersebutsebesar 0,1250.
3. Jaibu at-Tamam (garis AM)
Garis lurus yang ditarik markaz ke awal Qaus. Jaib at-Tamam dibagi menjadi 600. Skala/jaib sama besar dan dari setiap skala ditarik garis lurus ke arah Qaus Irtifa’ yang disebut Juyub al-Ma’kusath.
4. As-Sittini (garis MB)
Garis lurus yang ditarik markaz ke akhir Qaus. Jaib at-Tamam dibagi menjadi 600. Skala/jaib sama besar dan dari setiap skala ditarik garis lurus ke arah Qaus Irtifa’ yang disebut Juyub al-Mabsuthah.
5.Dairatut-tajyib Separuh bulatan yang dimulai dari markaz sehinga akhir qaus dinamakan at-tajyibul awwal. Adapun yang bermula dari markaz berakhir pada awal qaus dinamakan at-tajyibul sani
6.Jaibul Mabsuthoh
7.Jaibul Mankusah
8.Dairotul Maily
Satu garisan lengkung seperti busaran panah jaraknya dari Markaz 24 darjah. Satu hujungnya pada sittini dan satu lagi di jaibu-tamam
9.Qausul Ashroini
Qaus dua asar yaitu dua garisan yang terputus putus pada kebiasannya Garisan ini bermula dari awal qaus hinga kepada 42.33 darjah dinamakan asar awal (asar mazhab Syafie) .Satu lagai kepada 26.5 darjah dinamakan asar kedua asar mazhab Hanafi
10. Qaimatu-zilli ialah dua garisan yang bertitik titik. Satu daripadanya bermula daripada sittini kepada qaus irtifa dinamakan qaimatu-zilli mabsuth. Dan yang satu lagi dari jaib tamam kepada qaus irtifa dinamakan qaimatu-zilli manku
11. Hadafah
Lubang pengintai yang terdapat dalam rubu’ dan posisinya sejajar dengan as-Sittini.
12. Khoit
Benang yang dipasang pada Markaz.
13. Muri
Benang yang diikatkan pada khoith yang biasanya mempunyai warna berbeda dengan wara khoith agar mudah dilihat. Muri dipasang sesuai dengan keperluan pemakai dan bisa dipindah-pindah.
14. Syaqul
Bandul yang digunakan untuk pemberat Khoith.

Model Rubu’ al Mujayyab dari Masa ke Masa
a.Quadrant, circa 1650, Peter Ifland Collection, The Mariners’ Museum, (1998.39.10)
b.Quadrant sebuah koleksi baru dari Voyages, Discoveries dan Travels: 1767, G160.K75rare.
c.Quadrant Diagram, La Geografia di Clavdio Ptolemeo, 1548, From The Library at The Mariners’ Museum, G87.P9.m4.1548 rare
d.Quadrant yang dibuat di Kairo atau Damaskus oleh Taqi al-Din pada tahun 741 H (1340 M).

Fungsi Rubu’ al Mujayyab
Secara fungsional Rubu’ memiliki tiga fungsi utama yaitu:
a. Alat Hitung
Secara konsep matematis, fungsi utama rubu’ adalah alat hitung yang dikenal sebagai orthogonal grid. Rubu’ menggabungkan geometri dan trigonometri untuk menyelesaikan masalah-masalah astronomi bola. Instrumen ini menggunakan Sexagesimal sistem nomor. Dengan dasar 60 bukan kepada sistem basis 10 atau desimal yang kita gunakan saat ini, dimana Sin 90 = Cos0 = 60 dan Sin 0 = Cos 90 = 0 ( bandingkan dengan rumustrigonometri yang biasa kita gunakan; Sin 90 = Cos 0 = 1 dan Sin 0 = Cos 90 = 0)
Karena perbandingan nilai dari trigonometri rubu’ dan trigonometri biasa adalah 60:1, maka nilai yang diperoleh melalui perhitungan dengan menggunkan rubu harus dibagi dengan nilai 60, agar memperoleh nilai yang sesuai dengan trigonometri biasa atau dengan nilai yang diperoleh melalui kalkulator.
b. Alat Ukur
Fungsi rubu’ sebagai alat ukur adalah untuk mengumpulkan data fisik yang dapat diolah lagi dengan menggunakan persamaan tertentu yang sesuai dengan kebutuhan pemakai.
Contoh untuk menentukan ketinggian gedung

3. Table Astronomi
Paham geosentris yang berkembang pada zaman dulu dengan asumsi bahwa bumi merupakan pusat alam semesta dan benda-benda langit bergerak mengelilingi bumi dalam orbit yang bebentuk lingkaran sempurna. Inilah yang menjadikan rubu’ sebagi sebuah table astronomi (posisi matahari) yang akurat pada saat itu.